Koneksi Antar Materi - Modul 1.4 - Budaya Positif
Tujuan Pendidikan
Usaha mencapai visi tersebut sangat berkaitan dengan filosofi Ki Hajar Dewantara yang menyatakan bahwa, tujuan pendidikan adalah menuntun segala kodrat yang ada pada anak agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat.
Berdasarkan pernyataan yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara, maka kita mengetahui bahwa seorang guru haruslah bertindak sebagai penuntun kepada murid-muridnya. Sehingga, seorang guru haruslah memahami nilai-nilai yang dimilikinya serta dapat menjalankan perannya baik kepada murid-muridnya maupun kepada guru-guru lainnya yang ada di sekolah.
Nilai dan Peran Guru Penggerak
Beberapa hal yang telah diuraikan pada usaha pencapaian visi diatas adalah usaha untuk mewujudkan tujuan pendidikan tersebut. Dimana Guru penggerak merupakan tokoh utama yang berperan dalam usaha pencapaian Visi dan tujuan pendidikan tersebut.
Karena guru penggerak memiliki nilai
- Mandiri
- Reflektif
- Kolaboratif
- Inovatif dan
- Berpihak pada murid.
Serta berperan dalam;
- Menjadi pemimpin perubahan
- Menjadi coach bagi guru lain
- Mendorong kolaborasi
- Mewujudkan kepemimpinan murid, dan
- Menggerakkan komunitas praktisi
Rumusan Visi Guru Penggerak
Visi guru penggerak adallah representasi visual tentang bagaimana murid di masa depan, yakni mewujudkan murid yang ber-Porfil Pancasila. Dalam menyusun visi, guru hendaknya berpihak kepada murid sebagai landasarn segalam perubahan dalam pendidikan dengan pola pokir positif melalui pendekatan Inkuiri Apresiatif (IA) menggunakan tahapan BAGJA, meliputi;
- Buat pertanyaan,
- Ambil pelajaran
- Gali mimpi
- Jabarkan rencana
- Atur eksekusi
Budaya Positif
Budaya positif adalah nilai-nilai positif yang diyakini sebagai kebiasaan baik oleh seluruh warga sekolah yang membutuhkan konsistensi dalam mewujudkannya dan dibuat dengan tujuan untuk membentuk karakter positif yang sesuai dengan profil pelajar pancasila.
Langkah-langkah Strategis untuk Mewujudkan Budaya Positif di Sekolah
1. Mengubah Paradigma
Guru dapat mewujudkan budaya positif di sekolah dengan cara mengubah paradigma teori stimulus respon menjadi paradima teori pilihan, sehingga guru dapat memahami bahwa setiap perilaku murid memiliki tujuan yang didasari oleh lima kebutuhan dasar manusia.
2. Menerapkan Disiplin Positif
Disiplin positif menjadi hal utama dalam proses pembentukan budaya positif di sekolah dan menjadi motivasi guru dalam pelaksanaannya. Dalam penerapannya ada banyak faktor yang mempengaruhinya.
3. Motivasi Perilaku Manusia
Diane Gossen dalam bukunya Restructuing School Discipline menyatakan tiga alasan motivasi perilaku manusia.
- Untuk menghindari hukuman
- Untuk mengharapkan penghargaan
- Untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri
4. Membuat Keyakinan Kelas
Untuk dapat mewujudkan disiplin positif harus dibuat kesepakatan dan keyakinan kelas. Keyakinan kelas dibuat untuk memotivasi seseorang agar lebih tergerak dan lebih bersemangat.
Keyakinan kelas dibuat oleh seluruh warga kelas melalui curah pendapat yang berisi tentang pernyataan universal.
5. Memahami Lima Posisi Kontrol
Dalam mewujudkan disiplin positif, guru memiliki posisi kontrol yang penting. Sebagai manajer, pemanta, dan teman sangat diperlukan yang mana guru membimbing murid dalam menemukan solusi permasalahannya. Posisi kontro yang harus dihindari adalah sebagai pemberi humuman dan pembuat orang merasa bersalah, karena di posisi ini murid akan memiliki penilaian buruk tentang dirinya sendiri.
6. Menerapkan Segitiga Restitusi
Ketiga ada kendala dalam menerapkan disiplin positif di sekolah, maka guru perlu melakukan restitusi yaitu proses menciptakan kondisi bagi siswa untuk memperbaiki kesalahan dan mengajarkan siswa untuk mencari solusi secara mandiri. Tiga tahap dalam melakukan Restitusi (Segitiga Restitusi):
- Menstabilkan identitas
- Validasi tindakan yang salah
- Menanyakan keyakinan
Berdasarkan penerapan tahapan BAGJA, akan muncul pembiasaan-pembiasaan positif yang dikenal sebagai Budaya Positif. Budaya positif akan menciptakan rasa aman dan nyaman pada murid selama proses pembelajaran. Budaya positif dapat mendorong murid untuk mampu berpikir, bertindam dan menciptakan sebagai proses memerdekakan dirinya sehingga murid lebih mandiri dan bertanggung jawab.
Kaitan Budaya Positif dengan Filosofi KHD
Dalam menerapkan budaya positif di sekolah, seorang pendidik harus menuntun murid dengan sistem among dengan semboyan Ing Ngaro Sung Tulodho, Ing Madyo Mangun Karso, dan Tut Wuri Handayani. Budaya positif akan menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman sehingga proses pembelajaran yang berpihak pada murid akan terlaksana.
Kaitan Budaya Positif dengan Nilai dan Peran Guru Penggerak
Untuk mewujudkan budaya positif di sekolah tidak lepas dari Nilai-nilai Guru Penggerak yang mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif, dan berpihak pada murid. Nilai-nilai tersebut sangat berguna dalam memaksimalkan peran sebagai pelopor dalam menggerakkan komunitas sekolah yang berbudaya positif.
Kaitan Budaya Positif dengan Visi Guru Penggerak
Visi guru penggerak adalah mewujudkan Profil Pelajar Pancasila, salah satunya yaitu murid yang beriman dan bertaqwa serta memiliki akhlak mulia. Untuk mewujudkan visi tersebut diperlukan nilai-nilai positf yang sudah menjadi kebiasaan dan konsisten dilakukan oleh seluruh warga sekolah di sekolah sehingga menjadi budaya positif.
Kesimpulan Keterkaitan Antar Materi
Seorang guru penggerak harus memahami dan memiliki nilai dan peran guru penggerak untuk mewujudkan visi yang disusunnya berdasarkan filosofi Ki Hajar Dewantara yaitu berpihak pada murid.
Sebuah visi akan tercapai bila terukur, konkret, sistematis dan terencana. Maka diperlukan sebuah pendekatan, yaitu pendekatan Inkuiri Apresiatif (IA) yang merupakan pendekatan berbasis kekuatan dan kolaborasi dengan tahapan BAGJA.
Berdasarkan penerapan tahapan BAGJA, akan muncul pembiasaan-pembiasaan positif yang dikenal dengan budaya positif yang mampu mendorong murid untuk mampu berpikir, bertindak, dan mencipta sebagai proses memerdekakan dirinya sehingga murid lebih mandiri dan bertanggung jawab. Dengan demikian, tujuan untuk memerdekakan murid dalam belajar dapat tercapai.
Refleksi Pemahaman Budaya Positif
Sejauh mana pemahaman Anda tentang konsep-konsep inti yang telah Anda pelajari di modul ini, yaitu: disiplin positif, teori kontrol, teori motivasi, hukuman dan penghargaan, posisi kontrol guru, kebutuhan dasar manusia, keyakinan kelas, dan segitiga restitusi. Adakah hal-hal yang menarik untuk Anda dan di luar dugaan?
Pemahaman saya tentang konsep-konsep ini :
a. Disiplin positif
Disiplin positif merupakan pendekatan mendidik anak untuk membentuk kontrol diri dan pembentukan kepercayaan diri, sehingga mereka bisa berperilaku mengacu pada nilai-nilai kebijakan universal dan memiliki motivasi instrinsik, bukan ekstrinsik (karena hukuman dan penghargaan)
b. Teori kontrol
Setiap tindakan memiliki tujuan,. Kita hanya bisa mengontrol diri kita sendiri dan tidak bisa mengontrol orang lain. Kita berusaha memahami pandangan orang lain.
c. Teori motivasi, hukuman, dan penghargaan.
- Setiap perilaku manusia memiliki motivasi, yaitu :
1) untuk menghindari ketidaknyamanan atau hukuman
2) Untuk mendapatkan imbalan atau penghargaan dari orang lain.
3) untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya.
- Hukuman merupakan bentuk pengendalian perilaku seseorang dengan penguatan negatif yang bersifat memaksa dan menyakiti sehingga menciptakan identitas gagal (berakibat murid marah, rendah diri, bahkan dendam)
- Penghargaan merupakan bentuk pengendalian perilaku seseorang dengan sesuatu benda atau peristiwa yang diinginkan dan dibuat berdasarkan persyaratan: jika kamu melakukan ini, maka kamu akan mendapatkan ...
d. Posisi kontrol guru
Ada 5 posisi kontrol guru, yaitu :
1) sebagai penghukum
2) sebagai pembuat rasa bersalah
3) sebagai teman
4) sebagai pemantau
5) sebagai manajer
Berdasarkan lima kontrol tersebut, posisi sebagai penghukum dan pembuat rasa bersalah sudah tidak relevan diterapkan saat ini karena membuat identitas gagal. Peran sebaga teman maupun pemantau bisa diterapkan dalam keseharian jika murid belum siap diajak berdiskusi dengan restitusi. Posisi sudah berhasil membuat identitas sukses namun masih memiliki motivasi eksternal sehingga siswa belum mandiri dan bertanggung jawab. Posisi yang paling ideal adalah sebagai manajer karena selain membuat identitas sukses, murid juga memiliki motivasi internal sehingga mereka lebih mandiri dan bertanggung jawab.
e. Setiap perilaku manusia bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka, yaitu
- bertahan hidup
- kasih sayang dan rasa diterima
- penguasaan
- kebebasan
- kesenangan
f. Keyakinan kelas merupakan kesepakatan kelas yang dibuat berdasarkan nilai-nilai kebajikan universal. Keyakinan kelas hendaknya berupa kalimat positif yang tidak terlalu panjang dan tidak banyak, sehingga mudah diingat dan dilaksanakan oleh para murid.
g. Segitiga restitusi merupakan tahapan untuk memudahkan guru untuk melakukan restitusi (tawaran untuk memperbaiki kesalahan), yaitu :
- menstabilkan identitas
- validasi tidankan yang salah
- menanyakan keyakinan
Hal-hal menarik untuk saya dan di luar dugaan adalah
- Setiap anak adalah unik dan memiliki potensi masing-masing
- Setiap tindakan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya
- Guru harus dapat mengambil posisi yang ideal dan tepat dalam menangani suatu masalah
- Dalam menangani anak yang melakukan kesalahan, fokuslah pada solusi, bukan pada masalah
- Setiap tindakan adalah pebelajaran
- Pemberian hukuman, reward atau hadiah sebagai bentuk penghargaan tidaklah dianjurkan karena dapat menghancurkan potensi murid.
Perubahan apa yang terjadi pada cara berpikir Anda dalam menciptakan budaya positif di kelas maupun sekolah Anda setelah mempelajari modul ini?
Setelah mempelajari modul ini, saya menyadari bahwa untuk mewujudkan budaya positif diperlukan kerja sama dari berbagai pihak yaitu siswa, rekan guru, kepala sekolah, dan orang tua. Dalam pelaksanaan di kelas, saya terlebih dahulu membentuk keyakinan kelas melalui diskusi dengan siswa dengan mengadopsi nilai-nilai kebijakan universal yang mereka yakinin sehingga siswa akan lebih bertanggung jawab dan secara sadar melaksanakannya.
Selain itu, saya berusaha lebih sabar dalam menghadapi siswa yang melakukan tindakan indisipliner dan memposisikan diri sebagai manajer dengan menerapkan segitiga restitusi dalam penyelesaian masalah karena saya ingin murid memiliki motivasi intrinsik dan bertanggung jawab terhadap setiap tindakannya.
Harapan yang ingin dicapai dalam budaya positif ini adalah mewujudkan kelas dan sekolah yang aman, nyaman, dan tentram. Menumbukan motivasi intrinsik pada diri siswa untuk menjadi pribadi yang bertanggung jawab dan berbudi pekerti luhur serta akhlak mulia. Sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka dengan karakter yang lebih kuat.
Pengalaman seperti apakah yang pernah anda alami terkait penerapan kosep-konsep inti dalam modul Budaya Positif baik di lingkungan kelas maupun sekolah Anda?
Ketika saya menyusun keyakinan kelas bersama siswa, saya melihat mereka sangan bersemangat dan antusias dalam menyampaikan pendapat mereka. Selain itu, mereka juga terlihat lebih bertanggung jawab dalam melaksanakan keyakinan kelas yang sudah disepakati.
Pada saat saya melaksanakan segitiga restitusi dan memposisikan diri sebagai manajer, saya merasa lebih tenang. Saya merasa lebih mengefektifkan waktu dengan tidak berfokus memikirkan masalah, namun berdiskusi dengan siswa mengenai upaya perbaikan/pemecahan masalah. Pikiran saya lebih fres dan tidak tegang. Selain itu, saya juga melihat murid menjadi lebih terbuka karena merasa lebih nyaman dan membuat mereka lebih sukarela dalam mempertanggungjawabkan tindakan mereka. Namun, tindakan pendapat saya terkadang bertentangan dengan guru yang lebih senior yang berpendapat bahwa hukuman adalah cara yang paling tepat untuk mendisiplinkan siswa. Sehingga saya merasa perlu melakukan pendekatan dan sosialisasi terkait budaya posit kepada rekan sejawat.
Bagaimana perasaan Anda ketika mengalami hal-hal tersebut?
Saya merasa sangat bahagia ketika melihat respon siswa yang antusias dalam menerapkan budaya positif, khususnya dalam membuat dan melaksanakan keyakinan kelas. Saya merasa yakin bahwa budaya positif ini seiring berjalannya waktu akan dapat membentuk karakter siswa yang sesuai dengan Profil Pelajar Pancasila.
Kemudian saya juga merasa senang karena rekan-rekan sejawat saya mulai memahami budaya positif dan bagaimana menerapkan disiplin positif kepada murid-murid di sekolah.
Selain itu, saya merasa senang dan tertantang untuk memposisikan saya sebagai manajer dengan menerapkan segitiga restitusi sebagai upaya penanganan masalah sehingga siswa diberi kesempatan untuk menjelaskan alasan, mempertanggungjawabkan tindakan dan mendukung siswa menemukan solusi permasalahannya.
Menurut Anda, terkait pengalaman dalam penerapan konsep-konsep tersebut, hal apa sajakah yang sudah baik? Adakah yang perlu diperbaiki?
Menurut saya, hal yang sudah baik terkait pengalaman di kelas dan disekolah adalah dalam menyusun keyakinan kelas dengan melibatkan siswa sudah berpihak pada murid.
Sedangkan hal yang perlu diperbaiki adalah pada posisi kontrol guru sebagai pembuat merasa bersalah dan teman bergeser menjadi posisi pemantau atau manajer. Kemudian penyampaian pemahaman yang benar terkait posisi kontrol yang seharusnya dilakukan oleh seorang guru kepada muridnya yang melanggar keyakinan kelas atau sekolah. Sehingga dirasa perlu semaksimal mungkin untuk memberikan pemahaman tentang posisi kontrol yang terbaik untuk diterapkan oleh seorang guru, yaitu kontrol manajer dalam melaksanakan segitiga restitusi kepada murid yang berperilaku negatif.
Sebelum mempelajari modul ini, ketika berinteraksi dengan murid, berdasarkan 5 posisi kontrol, posisi manakah yang paling sering Anda pakai, dan bagaimana perasaan Anda saat itu? Setelah mempelajari modul ini, posisi apa yang Anda pakai, dan bagaimana perasaan anda sekarang? Apa perbedaannya?
Sebelum mempelajari modul ini, saya paling sering memposisikan diri sebagai pembuat merasa bersalah dan teman. Saya berpikir denagn membuat siswa merasa bersalah, siswa akan menyadari kesalahannya. Selanjutnya jika saya menjadi teman, siswa akan lebih mudah saya kendalikan dan segan untuk melanggar aturan. Namun saya merasa sering tidak dihargai karena mereka akan berpikir saya tidak akan pernah memarahi mereka sehingga mereka tidak takut. Contoh, yang sering terjadi adalah mereka begitu santai ketika tidak mengerjakan tugas dengan alasan lupa atau lainnya.
Seteleh mempelajari modul ini, saya menyadari bahwa yang telah saya lakukan selama ini kurang tepat. Untuk itu saya berusaha memposisikan diri sebagai manajer dan jika tidak memungkinkan saya akan memposisikan diri sebagai pemantau. Saya merasa lebih nyaman, tenang, dan dihargai oleh siswa.
Perbedaannya adalah siswa menyadari dan berusaha memperbaiki kesalahannya karena perlahan mulai tumbuh motivasi intrinsik.
Sebelum mempelajari modul ini, pernahkah Anda menerapkan segitiga restitusi ketika menghadapi permasalahan murid Anda? Jika iya, tahap mana yang Anda praktekkan dan bagaimana Anda mempraktekkannya?
Sebelum mempelajari modul ini, saya pernah menerapkan segitiga restitusi ketika menghadapi permasalah, namun tidak utuh. Saya menerapkan langkah ke dua yaitu validasi tindakan tampa menstabilkan identitas dan menanyakan keyakinan. Saya memanggil siswa dan menyanyakan alasan siswa melakukan tindakannya, selanjutnya saya hanya memberikan nasehat agar mereka tidak mengulangi atau melakukan tindakan yang salah lagi di kemudian hari. Namun, ketika mereka melakukannya berulang kali saya memberikan konsekuensi yang sebelumnya telah disepakati bersama siswa tersebut.
Selain konsep-konsep yang disampaikan dalam modul ini, adakah hal-hal lain yang menurut Anda penting untuk dipelajari dalam proses menciptakan budaya positif baik di lingkungan kelas maupun sekolah?
Hal yang menurut saya penting dalam penerapan budaya positif di lingkungan kelas maupun sekolah adalah perlunya kolaborasi antara pihak sekolah, orang tua/wali/ dan masyarakat sekitar. Budaya positif akan terbentuk dan mengakar kuat jika siswa menerapkannya dimulai dari lingkungan rumah, sekolah, dan manyarakat.
Selain itu, dukungan sarana dan prasarana juga dapat membantu melancarkan penerapan budaya positif. Sarana prasarana lengkap dapat mewujudkan proses pembelajaran yang menyenangkan sehingga murid merasa nyaman, aman, dan kebutuhan belajar siswa terpenuhi.
Demikian koneksi antar materi Modul 1.4 Budaya positf terhadap modul-modul yang sudah dipelajari sebelumnya. Serta pemaham materi dan refleksi diri terhapan materi yang telah dipelajari.
Join the conversation